Sabtu, 17 September 2011

Stoikiometri

Kimia Dasar

STOIKIOMETRI

I.         Hukum-Hukum Dasar Ilmu Kimia
Dalam ilmu kimia, stoikiometri (kadang disebut stoikiometri reaksi untuk membedakannya dari stoikiometri komposisi) adalah ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia (persamaan kimia).
Kata ini berasal dari bahasa Yunani stoikheion (elemen) dan metriā (ukuran). Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam senyawa dalam pembentukan senyawanya. Pada perhitungan kimia secara stoikiometri, biasanya diperlukan hukum-hukum dasar ilmu kimia.
Hukum kimia adalah hukum alam yang relevan dengan bidang kimia. Konsep paling fundamental dalam kimia adalah hukum konservasi massa, yang menyatakan bahwa tidak terjadi perubahan kuantitas materi sewaktu reaksi kimia biasa. Fisika modern menunjukkan bahwa sebenarnya yang terjadi adalah konservasi energi, dan bahwa energi dan massa saling berhubungan suatu konsep yang menjadi penting dalam kimia nuklir. Konservasi energi menuntun ke suatu konsep-konsep penting mengenai kesetimbangan, termodinamika, dan kinetika. Hukum tambahan dalam kimia mengembangkan hukum konservasi massa.
Hukum-hukum dasar ilmu kimia adalah sebagai berikut:
1. Hukum Boyle (1662)
2. Hukum Lavoiser disebut juga Hukum Kekekalan Massa (1783)
3. Hukum Perbandingan Tetap (Proust – 1799)
4. Hukum Gay Lussac (1802)
5. Hukum Boyle – Gay Lussac (1802)
6. Hukum Dalton disebut juga Hukum Kelipatan Perbandingan (1803)
7. Hukum Avogadro (1811)
8. Hukum Gas Ideal (1834)

II.   Hukum Boyle (1662)
Robert Boyle (25 Januari 1627 - 30 Desember 1691) adalah ahli fisika Inggris, pengarang, Bapak Ilmu Kimia, penemu hukum Boyle, penemu pompa hampa udara, penemu konsep atom, orang pertama di dunia yang membedakan unsur dari senyawa, asam dari alkali, orang pertama di dunia yang menemukan pentingnya udara bagi pernafasan, pembakaran, dan kehidupan, orang pertama di dunia yang menemukan bahwa suara tak dapat merambat di dalam tabung hampa. Boyle menekankan pentingnya eksperimen yang cermat bagi perkembangan ilmu. Ia membuat eksperimen dengan luas tentang proses pemanasan logam. Ia menemukan gejala penguapan dan pembekuan.
 Hukum Boyle 1622. Boyle menemukan bahwa udara dapat dimanfaatkan dan dapat berkembang bila dipanaskan. Akhirya ia menemukan hukum yang kemudian terkenal sebagai hukum Boyle:” bila suhu tetap, volume gas dalam ruangan tertutup berbanding terbalik dengan tekananya”
P1.V1 = P2.V2
Contoh : 1 mol gas CO2 dengan volume 10 liter dan tekanan 1,5 atm 1 mol gas H2 dengan volume 30 liter. Pada temperatur yang sama dengan gas CO2, berapa tekanannya?
Jawab : Diketahui : P1 = 1,5 atm
V1 = 10 liter V2 = 30 liter
Ditanya : P2 ?
Jawab :
P1.V1   =   P2.V2
1,5 x 10 =  P2 x 30
         P2 = 0,5 atm

III.   Hukum Lavoiser (1783)
Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov-Lavoisier adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses di dalam sistem tersebut(dalam sistem tertutup Massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah sama (tetap/konstan). Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum kekekalan massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu sistem tertutup, massa dari reaktan harus sama dengan massa produk.  “Massa zat sebelum dan sesudah reaksi selalu sama.”
Contoh:
39 gram Kalium direaksikan dengan 36,5 gram HCl. Berapakah zat hasil reaksi?
Bila BA K = 39; BA Cl = 35,5; BA H = 1
Jawab: 2 K + 2 HCl 2 KCl + H2
mol Kalium = 39 / 39 = 1 mol

IV.   Hukum Proust (1799)
Dalam kimia, hukum perbandingan tetap atau hukum Proust (diambil dari namakimiawan Perancis Joseph Proust) adalah hukum yang menyatakan bahwa suatu senyawa kimia terdiri dari unsur-unsur dengan perbandingan massa yang selalu tepat sama. Dengan kata lain, setiap sampel suatu senyawa memiliki komposisi unsur-unsur yang tetap. Misalnya, air terdiri dari 8/9 massa oksigen dan 1/9 massa hidrogen. Bersama dengan hukum perbandingan berganda (hukum Dalton), hukum perbandingan tetap adalah hukum dasar stoikiometri.
“Perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu persenyawaan kimia selalu tetap.” Perbandingan tetap pertama kali dikemukakan oleh Joseph Proust, setelah serangkaian eksperimen di tahun 1797 dan 1804. Hal ini telah sering diamati sejak lama sebelum itu, namun Proust-lah yang mengumpulkan bukti-bukti dari hukum ini dan mengemukakannya Pada saat Proust mengemukakan hukum ini, konsep yang jelas mengenai senyawa kimia belum ada (misalnya bahwa air adalah H2O dsb.). Hukum ini memberikan kontribusi pada konsep mengenai bagaimana unsur-unsur membentuk senyawa. Pada 1803 John Dalton mengemukakan sebuah teori atom, yang berdasarkan pada hukum perbandingan tetap dan hukum perbandingan berganda, yang menjelaskan mengenai atom dan bagaimana unsur membentuk senyawa.
Contoh : Berapakah Ca: O dalam senyawa CaO?
Jawab : Ca : O = BA Ca : BA O
= 40 : 16
= 5 : 2

V.      Hukum Gay Lussac (1802)
Setelah lebih dari satu abad penemuan Boyle ilmuwan mulai tertarik pada hubungan antara volume dan temperatur gas. Mungkin karena balon termal menjadi topik pembicaraan di kota waktu itu. Kimiawan Perancis Jacques Alexandre César Charles (1746-1823), seorang navigator balon yang terkenal pada waktu itu, mengenali bahwa, pada tekanan tetap, volume gas akan meningkat bila temperaturnya dinaikkan. Hubungan ini disebut dengan hukum Charles, walaupun datanya sebenarnya tidak kuantitatif.
Gay-Lussac lah yang kemudian memplotkan volume gas terhadap temperatur dan mendapatkan garis lurus. Karena alasan ini hukum Charles sering dinamakan hukum Gay-Lussac. Baik hukum Charles dan hukum Gay-Lussac kira-kira diikuti oleh semua gas selama tidak terjadi pengembunan. Pembahasan menarik dapat dilakukan dengan hukum Charles. Dengan mengekstrapolasikan plot volume gas terhadap temperatur, volumes menjadi nol pada temperatur tertentu. Menarik bahwa temperatur saat volumenya menjadi nol sekitar -273°C (nilai tepatnya adalah -273.2 °C) untuk semua gas. Ini mengindikasikan bahwa pada tekanan tetap, dua garis lurus yang didapatkan dari pengeplotan volume V1 dan V2 dua gas 1 dan 2 terhadap temperatur akan berpotongan di V = 0.
Fisikawan Inggris Lord Kelvin (William Thomson (1824-1907)) mengusulkan pada temperatur ini temperatur molekul gas menjadi setara dengan molekul tanpa gerakan dan dengan demikian volumenya menjadi dapat diabaikan dibandingkan dengan volumenya pada temperatur kamar, dan ia mengusulkan skala temperatur baru, skala temperatur Kelvin, yang didefinisikan dengan persamaan berikut. 273,2 + °C = K Kini temperatur Kelvin K disebut dengan temperatur absolut, dan 0 oK disebut dengan titik nol absolut.
Dengan menggunakan skala temperatur absolut, hukum Charles dapat diungkapkan dengan persamaan sederhana  V = bT (K) dengan b adalah konstanta yang tidak bergantung jenis gas. Menurut Kelvin, temperatur adalah ukuran gerakan molekular. Dari sudut pandang ini, nol absolut khususnya menarik karena pada temperatur ini, gerakan molekular gas akan berhenti. Nol absolut tidak pernah dicapai dengan percobaan.
Temperatur terendah yang pernah dicapai adalah sekitar 0,000001 K. Avogadro menyatakan bahwa gas-gas bervolume sama, pada temperatur dan tekanan yang sama, akan mengandung jumlah molekul yang sama (hukum Avogadro). Hal ini sama dengan menyatakan bahwa volume gas nyata apapun sangat kecil dibandingkan dengan volume yang ditempatinya. Bila anggapan ini benar, volume gas sebanding dengan jumlah molekul gas dalam ruang tersebut. Jadi, massa relatif, yakni massa molekul atau massa atom gas, dengan mudah didapat.
“Dalam suatu reaksi kimia gas yang diukur pada P dan T yang sama volumenya berbanding lurus dengan koefisien reaksi atau mol, dan berbanding lurus sebagai bilangan bulat dan sederhana.”
Contoh : Berat 1 liter suatu gas = 2 gram, 10 liter NO pada P dan T yang sama beratnya 7,5 gram. Berapa berat molekul tersebut?
Jawab : V1 / V2 = n1 / n2
n1= 2 / x
n1 =
2 /x =
X =

VI.   Hukum Boyle – Gay Lussac (1802)
"Bagi suatu kuantitas dari suatu gas ideal (yakni kuantitas menurut beratnya) hasil kali dari volume dan tekanannya dibagi dengan temperatur mutlaknya adalah konstan". Untuk n1 = n2, maka P1.V1 / T1 = P2.V2 / T2
Contoh : 1 mol gas N2 pada tekanan 2 atm pada volume 15 liter pada temperatur 27oC. Berapakah volume gas pada tekanan 3 atm dengan temperatur 30oC?
Penyelesaian :
Diketahui : V1 = 15 liter T1 = (273 + 27) = 300oK
P1 = 2 atm T2 = (273 + 30) = 303oK P2 = 3 atm
Ditanya : V2 = ?
Jawab : P1.V1 / T1 = P2.V2 / T2
2 x 15 / 300 = 3.V2 / 303
V2 = 10,1 liter

VII.Hukum Dalton (1803)
Berdasarkan teori atom Dalton, kita dapat mendefinisikan atom sebagai unit terkecil dari suatu unsur yang dapat melakukan penggabungan kimia. Dalton membayangkan suatu atom yang sangat kecil dan tidak dapat dibagi lagi. Tetapi, serangkaian penyelidikan yang dimulai pada tahun 1850-an dan dilanjutkan pada abad IXX (kesembilan belas) secara jelas menunjukkan bahwa atom sesungguhnya memiliki struktur internal: yaitu atom tersusun atas partikel-partikel yang lebih kecil lagi, yang disebut partikel subatom. Penelitian tersebut mengarah pada penemuan tiga partikel subatom-elektron, proton, dan neutron.
“Jika dua unsur dapat membentuk satu atau lebih senyawa, maka perbandingan massa dari unsur yang satu yang bersenyawa dengan jumlah unsur lain yang tertentu massanya akan merupakan bilangan mudah dan tetap.”
Contoh: MnO : Mn2O7 (Mr Mn = 55, O = 16)
Berat O = 8 gram
Mn =  (dalam MnO)
Mn =  (dalam MnO2)
Mn =    (dalam Mn2O7)

VIII.       Hukum Avogadro (1811)
Adalah hukum gas yang diberi nama sesuai dengan ilmuwan Italia Amedeo Avogadro, yang pada 1811 mengajukan hipotesis bahwa:
“Gas-gas yang memiliki volum yang sama, pada temperatur dan tekanan yang sama, memiliki jumlah partikel yang sama pula.”
Artinya, jumlah molekul atau atom dalam suatu volum gas tidak tergantung kepada ukuran atau massa dari molekul gas. Sebagai contoh, 1 liter gas hidrogen dan nitrogen akan mengandung jumlah molekul yang sama, selama suhu dan tekanannya sama. Pada keadaan STP (0oC, 76 cmHg), 1 mol gas volumenya 22,4 liter
Contoh: Berapakah volume gas 29 gram C4H10 pada temperatur dan tekanan tetap, di mana 35 liter oksigen beratnya 40 gram (Mr C4 H10 = 58; Ar O = 16)
Jawab :

Mol C4H10      = 29 / 54 = 0,5 mol
Mol O2            = 40 / 32 = 1,25 mol
1/2 mol C4H10 = 0,5 / 1,25 x 35 = 14 liter

IX.   Hukum Gas Ideal (1834)
Gas merupakan satu dari tiga wujud zat dan walaupun wujud ini merupakan bagian tak terpisahkan dari studi kimia, bab ini terutama hanya akan membahas hubungan antara volume, temperatur dan tekanan baik dalam gas ideal maupun dalam gas nyata, dan teori kinetik molekular gas, dan tidak secara langsung kimia. Bahasan utamanya terutama tentang perubahan fisika, dan reaksi kimianya tidak didiskusikan. Namun, sifat fisik gas bergantung pada struktur molekul gasnya dan sifat kimia gas juga bergantung pada strukturnya. Perilaku gas yang ada sebagai molekul tunggal adalah contoh yang baik kebergantungan sifat makroskopik pada struktur mikroskopik. Sifat-sifat gas dapat dirangkumkan sebagai berikut.
1. Gas bersifat transparan.
2. Gas terdistribusi merata dalam ruang apapun bentuk ruangnya.
3. Gas dalam ruang akan memberikan tekanan ke dinding.
4. Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya. Bila gas tidak diwadahi,  volume gas akan menjadi tak hingga besarnya, dan tekanannya akan menjadi tak hingga kecilnya.
5. Gas berdifusi ke segala arah tidak peduli ada atau tidak tekanan luar.
6. Bila dua atau lebih gas bercampur, gas-gas itu akan terdistribusi merata.
7. Gas dapat ditekan dengan tekanan luar. Bila tekanan luar dikurangi, gas akan mengembang.
8. Bila dipanaskan gas akan mengembang, bila didinginkan akan mengkerut.
Dari berbagai sifat di atas, yang paling penting adalah tekanan gas. Misalkan suatu cairan memenuhi wadah. Bila cairan didinginkan dan volumenya berkurang, cairan itu tidak akan memenuhi wadah lagi. Namun, gas selalu akan memenuhi ruang tidak peduli berapapun suhunya. Yang akan berubah adalah tekanannya. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan gas adalah manometer. Prototipe alat pengukur tekanan atmosfer, barometer, diciptakan oleh Torricelli.
Tekanan didefinisikan gaya per satuan luas, jadi tekanan = gaya/luas. Dalam SI, satuan gaya adalah Newton (N), satuan luas m2, dan satuan tekanan adalah Pascal (Pa). 1 atm kira-kira sama dengan tekanan 1013 hPa. 1 atm = 1,01325 x 105 Pa = 1013,25 hPa Namun, dalam satuan non-SI unit, Torr, kira-kira 1/760 dari 1 atm, sering digunakan untuk mengukur perubahan tekanan dalam reaksi kimia. Fakta bahwa volume gas berubah bila tekanannya berubah telah diamati sejak abad XVII oleh Torricelli dan filsuf/saintis Perancis Blase Pascal (1623-1662). Boyle mengamati bahwa dengan mengenakan tekanan dengan sejumlah volume tertentu merkuri, volume gas, yang terjebak dalam tabung gelas yang tertutup di salah satu ujungnya, akan berkurang. Dalam percobaan ini, volume gas diukur pada tekanan lebih besar dari 1 atm. Boyle membuat pompa vakum menggunakan teknik tercangih yang ada waktu itu, dan ia mengamati bahwa gas pada tekanan di bawah 1 atm akan mengembang. Setelah ia melakukan banyak percobaan, Boyle mengusulkan persamaan untuk menggambarkan hubungan antara volume V dan tekanan P gas. Hubungan ini disebut dengan hukum Boyle.
PV = k (suatu tetapan)
Tiga hukum Gas
Hukum Boyle: V = a/P (pada T, n tetap)
Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap)
Hukum Avogadro: V = c.n (pada T, P tetap)
Jadi, V sebanding dengan T dan n, dan berbanding terbalik pada P. Hubungan ini dapat digabungkan menjadi satu persamaan:
V = RTn/P atau PV = nRT  R adalah tetapan baru. Persamaan di atas disebut dengan persamaan keadaan gas ideal atau lebih sederhana persamaan gas ideal. Nilai R bila n = 1 disebut dengan konstanta gas, yang merupakan satu dari konstanta fundamental fisika. Nilai R beragam bergantung pada satuan yang digunakan. Dalam sistem metrik, R = 8,2056 x10–2 dm3 atm mol-1 K-1. Kini, nilai R = 8,3145 J mol-1 K-1 lebih sering digunakan.
PV = n.R.T
Keterangan: V = Volume
P = Tekanan
n = mol
R = Konstanta (0,082)
T = Temperatur
Contoh:
Hitung volume 1 mol gas pada keadaan standar (00 C pada tekanan 1 atm = 273oK).
Jawab :
PV = n. RT
1 x V = 1 x 0,082 x 273
V = 22,4

1 komentar: